Tepat saat usia sudah dua tahun, akhir Maret 2014, saya mulai menyapihnya. Ia adalah anak keempat kami. Tiga kakak-kakaknya sudah masuk Sekolah Dasar. Bulan April ketiganya mulai menjalani sebagai siswa kelas 5,4 dan 3. Menyapih anak keempat, rasanya seperti kembali menyapih anak pertama. Perlu proses yang agak panjang dan melepaskan kelengketannya saat menjelang dan saat tidur.
Bulan April, 2014, tahun ajaran baru bagi ketiga kakaknya, tahun ajaran baru memulai proses menyapih untuk anak keempat. Baru saja dimulai menyapih di siang hari. Mulai menyusun strategi kala ia minta ASI, saya selalu siapkan makanan yang mengenyangkan dan camilan dan minum yang cukup. Tiba-tiba si kecil sakit panas yang berkepanjangan. Ia mulai tidak doyan makan dan mulai sering menangis di siang dan malam hari. Keinginannya hanya satu, minum ASI! Makanan, bahkan camilan yang disukainya tidak diliriknya. Saya mulai maju mundur!
Saya berusaha tetap teguh! Mencari strategi lain, sehingga perut si kecil terisi makanan, minum bukan ASI. Hingga akhirnya saya dan keluarga harus melakukan perjalanan dalam mobil dan menginap di sebuah hotel. Konsentrasi mulai buyar dan strategi mulai runtuh tatkala si kecil meraung-raung dalam mobil tak berhenti.
Stop dulu Dek! Nasehat sekaligus perintah dari suami. Benar, tak tega dalam demamnya si kecil menangis meraung-raung. Menyerah dan akhirnya ASI menjadi pengantar tidur sekaligus penenang si kecil yang masih sakit. Praktis dua hari satu malam, selama di hotel dan perjalanan si kecil kembali meng-ASI. Ia mulai tampak sehat dan wajahnya cerah kembali.
Kembali ke rumah, mencoba memulai menyapih saat si kecil kembali sehat. Terasa berat! Ya, tangisan malam menjelang tidur semakin menjadi-jadi. Ia menjadi sulit sekali tidur jika tanpa ASI. Siang hari masih tetap bisa diatasi dengan mengajaknya makan, minum dan bermain sepuasnya tatkala teringat ASI. Tapi, malam hari belumlah tercapai! Ia tetap menagis dan menangis.
Akhirnya tiba saatnya berlibur ke Indonesia. Si Kecil belum selesai disapih. Saya beri ASI saat malam hari saja ketika sudah benar-benar tidak bisa tidur.
Menyapih Maksimal
Mengunjungi rumah nenek anak-anak dan suami pun otomatis liburan, adalah kesempatan besar untuk mulai menyapih si kecil dengan maksimal. Siang hari ia sudah terbiasa tanpa ASI, tinggal malam hari saja. Dan ini yang terberat.
Setelah menjalani cara, saya tetap mengeloni si kecil dengan berdoa, mendongeng dan bernyanyi sebelum tidur, tetap ASI yang dituju. Terlebih saat ia mulai menangis, menjerit-jerit.
Akhirnya, suami menyarankan pisah tidur!
Setiap malam, saya yang biasa mengeloni dan mendekap si kecil menjelang tidur. Kini, harus berpisah dan berusaha menutup telinga dan berusaha memejamkan mata setiap malam.
Ia masih terdengar menangis. Suami berusaha menenangkan, memberinya minum dan mengeloni. Sepanjang malam!
Saat saya tidak kuat, berusaha untuk mendekati si kecil. Tapi, dampaknya ia semakin menjerit dan minta dipeluk dan berikutnya minta ASI.
Diputuskan tetap pisah ranjang selama belum lupa ASI.
Saat suami kelelahan, nenek si kecil menggantikan. Saya hanya bisa berdoa dan menggantinya dengan bermain sepuasnya di siang hari dengannya.
Hampir satu minggu!
Si kecil tampak mulai tenang setiap malam. Ia mulai asyik bermain dengan suami mejelang tidur. Di tengah malam, terdengar tegukan si kecil minum dari gelas ditemani suami. Kami pun kembali terlelap dalam ruangan terpisah.
Melanjutkan Perjalanan
Saatnya melanjutkan perjalanan ke rumah Mbah anak-anak. Si kecil, anak keempat mulai menikmati hari. Termasuk malam hari. Saya tetap berusaha membuatnya tidak lapar dan tidak haus sepanjang hari dan menjelang tidur. Orangtua selalu berpesan untuk konsisten saat memulai proses menyapih. Jika ditengah proses berhenti, berakibat sulit lagi untuk memulai. Seringkali memerlukan energi dua kali lipat dibandingkan pertama kali memulai.
Berusaha konsisten pada minggu kedua proses sapih, masih di Indonesia. Semua berjalan sesuai rencana dan banyak yang mendukung. Sebelumnya nenek dan kakek, di sini Mbah, Bude dan para ponakan.
Sukses sebelum kembali ke Jepang. Ini adalah target kami. Alhamdulillah, selama di pesawat kali ini ia bebas ASI, usianya dua tahun satu bulan. Saya bahagia telah menjalankan amanah sesuai perintah-Nya. Dan sangat bahagia karena suami, seluruh keluarga turut mendukung mensukseskannya. Alhamdulillah.
(Ishikawa, k&y2014)